MENGENAL KERAJINAN ANYAMAN ENDE LIO
MENGENAL KERAJINAN ANYAMAN ENDE LIO
Anyaman merupakan salah
satu jenis seni kerajinan tangan yang diperkirakan muncul sejak jaman
neolitikum (zaman batu muda), ketika mata pencaharian masyarakatnya ialah
bercocok tanam. Fungsi awal dibuatnya anyaman ialah buat memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Anyaman yang muncul pertama pun belum serumit anyaman yang ada
saat ini. Bahan standar pembuatannya pun murni dari alam. Masyarakat
menggantungkan bahan bakunya dari hutan, yang saat itu masih banyak ditemukan. Bahan
standar seperti rotan, daun dan akar menjadi favorit masyarakat saat itu sebab
bisa dengan mudah dijumpai.
Sejarah membuktikan
bahwa jauh sebelum peradaban modern, di wilayah Kabupaten Ende nenek moyang
orang ende lio dalam peradabannya telah memiliki kemampuan dalam
mengekspresikan seni budayanya dalam bentuk karya yang bernilai tinggi
arsitekturnya.
Salah satu karya yang
pernah jaya adalah hasil-hasil karya anyaman seperti tikar, tas/rembi, nyiru,
tempat pengisi bahan makanan, kotak sirih pinang dan lain sebagainya. Hasil
anyaman ini meskipun masih ada yang menggunakan namun tidak dapat dipungkiri
bahwa karena perkembangan zaman benda-benda tersebut telah tersisihkan.
Masuknya produk-produk modern seperti baskom aluminium, nyiru plastic, tikar
plastic, dan lain-lain mengakibatkan masyarakat kota bahkan di desa beralih
kepada benda-benda tersebut. Sehingga karya-karya anyaman seakan hanya sebagai
barang purbakala yang tidak bermanfaat.
Sebenarnya, anyaman tak
hanya terbatas pada kerajinan tangan saja. Bisa kita lihat, masih banyak
suku-suku di Indonesia nan bahkan dinding rumahnya terbuat dari anyaman. Tidak
sporadis pula ada masyarakat perkotaan yang menggunakan anyaman bambu untuk
memberikan kesan eksotis dan sederhana di rumahnya.
Membuat anyaman ternyata
gampang-gampang susah. Pola yang ada pada anyaman, seringkali memuat pesan
tertentu, sehingga ketika ada sedikit kesalahan dalam proses pembuatannya, maka
harus diulang lagi sampai benar. Secara tak langsung, kerajinan anyaman bisa
menjadi wahana pengenalan yang menghubungan masyarakat. Jika dilakukan secara
berkelompok dengan skala besar, maka yang terjadi bukan hanya anyaman kerajinan
saja, melainkan anyaman tali persaudaraan yang kuat. Kerajinan anyaman hampir
bisa ditemukan di berbagai suku di Indonesia. Baik motif maupun bahan yang
digunakan pun terkadang melambangkan karakteristik khas suatu daerah. Suku-suku
di Indonesia menggunakan pola anyaman eksklusif sebagai identitas dan
eksistensi mareka.
Kreasi tersebut juga
ada pada nenek moyang orang ende lio yang juga memiliki kreatifitas dalam
menganyam berbagai hasil anyaman walaupun saat itu masih dalam bentuk yang
sederhana. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat kecerdasan, perasaan dan
pengetahuan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi pada
zaman itu.Untuk menunjang kelangsungan hidup, mereka membuat alat-alat dari
bahan-bahan yang diperoleh di alam sekitar mereka.Sebagai contoh, kapak genggam
dan alat-alat perburuan dibuat dari tulang dan tanduk binatang.
Bahan-bahan anyaman
yang sering digunakan yaitu kulit bambu muda, wunu re’a/ daun pandan hutan;
wunu koli/ daun lontar; kulit bhoka ino; Ngidho; Ua; Taga; Tali eko. Bahan
tersebut diatas diolah menurut kebutuhan masing-masing jenis anyaman agar
lancar dalam proses pembuatan dan awet dalam penggunaannya. Adapun produk hasil
anyaman diantaranya yaitu:
Mbola terdiri dari tiga
jenis:
MBOLA ROMBO
Mbola rombo
Terbuat dari daun lontar dan bahan anyaman
lainnya dengan empat sudut pada dasarnya dan permukaannya berbentuk bulat dilengkapi
dengan tagli, digunakan untuk mengisi hasil tanaman dengan cara menjunjung di
kepala oleh para wanita Ende Lio.
Mbola Gata
Cara membuatnya seperti mbola rombo, hanya
ukurannya lebih kecil digunakan sebagai tempat padi, beras, jagung dalam wuru
mana wai laki.
Nora
Bentuknya seperti mbola rombo hanya
ukurannya besar dianyam dari daun lontar atau wunu re’a, sebagai tempat untuk
mengisi hasil panen seperti padi, jagung, mete dll.
Kadhengga :
Terbuat dari daun
lontar dengan dasar enam sudut, tingginya ±15 cm, digunakan sebagai alat batu
titi jagung dan menapis jagung yang sudah dititi menjadi 3 bagian yaitu: Puϋ –
weni – wuϋ atau kasar – halus – bubuk.
Kidhe:
Dianyam dari kulit
bambu dan bentuknya ceper dan bulat, permukaannya dianyam dengan tali ngidho/
rata dan bulatan bila bambu agar menjadi kuat. Kegunaannya untuk menapis beras/
padi dan juga digunakan sebagai payung disaat hujan.
Kadho :
Dianyam dari daun lontar dengan dasar enam sudut
dan permukaannya berbentuk gerigi, gunanya untuk mengisi nasi/ nasi jagung
disaat makan. Dan kuahnya diisi dengan tempurung sehingga menjadi istilah adat
yaitu ke’a kadho yang berarti kaum keluarga atau suku.
Wati :WATI
Wati dianyam dari daun
lontar atau bhoka au dengan bentuk enam sudut hingga delapan sudut, dilengkapi
dengan tutupannya dan gunanya untuk mengisi bekal, bibit tanaman, benang dan
bahkan emas murni. Sehingga dulu ada istilah wea se wati (emas satu wati) Wati
mempunyai bentuk sangat banyak dan adapula yang bermotif diantaranya wati woga,
wati robha, wati wuga dan lain-lain.
Kopa :kopa
Bentuknya seperti peti,
digunakan untuk menyimpan pakaian lambu, luka, lawo, dianyam dari daun lontar
dan bilah bambu yang dilengkapi dengan tutupannya dan ada juga dinamakan kopa
wuga.
Mbeka Weti:MBEKA WETI
Tempat sirih pinang/
kapur yang dianyam dari daun lontar dengan bentuk empat persegi, dibuat dari 2
susun dan bagian dalam dibuat laci-laci untuk menyimpan uang, pe’a bako dll.
Mbeka/ Mbosa: Dianyam dari daun lontar,
bentuknya seperti mbola gata hanya agak lonjong, dilengkapi dengan tali
gantungan.Jenis anyaman ini disebut juga mbola doko.
Rembi : Dianyam dari daun lontar dilengkapi
dengan tali eko yang dipintal, bentuknya seperti tas gantung, digunakan oleh
mosalaki Ria Bewa/ tua-tua adat saat upacara adat dan acara resmi lainnya.
Supa : Bentuknya sangat
kecil dilengkapi dengan tutupan, berbentuk bulat lonjong dianyam dari daun
lontar untuk menyimpan barang-barang penting yang sangat berharga.
Ripe/Nepe :
Berbentuk seperti
dompet dianyam dari daun lontar, dilengkapi dengan tutupannya untuk menyimpan tembakau,
dudu suänga, uang dll.
12.Te’e/Tikar:
Tikar dianyam dari daun
lontar, dianyam dua lapis digunakan untuk alas tidur sedangkan tikar besar
digunakan untuk menjemur padi, jagung, wete, keö, pega, lusi dll. Pengrajin
anyam tikar yang sudah dikenal oleh masyarakat umum yaitu Teë Ndori dengan
pinggir kain merah, Teë Reka.Teë Roga biasa membuat khusus tikar jemuran.Selain
untuk tempat tidur dan alas jemuran, juga digunakan untuk alas duduk bagi tamu
agung atau tamu yang sangat dihormati.
13.Lêpo:
Dianyam dari daun gebak
atau daun boro untuk mengisi kapas, garam dapur dll
Kikokiko
Bahan anyaman dari daun
lontar, berbentuk segi empat digunakan untuk mengisi beras/ emping beras serta
digunakan sebagai sarana upacara seremonial adat.
15.Raga
Terbuat dari kulit
bambu dengan dasar empat sudut seperti mbola, dilengkapi dengan empat tali gantungan
untuk tempat ikan dll.
Bela Raga
Bela terbuat dari anyaman rotan ua/taga
untuk digunakan sebagai sarana yaitu wedhi raga.
Sesa dan Notu Sesa : dianyam dari bhoka
sedangkan notu dianyam dari kulit bambu, digunakan sebagai alat penangkap ikan,
udang dan binatang air lainnya.
Wuwu:
Keranjang besar
berbentuk segi empat, dianyam dari bambu dilengkapi dengan pintu yang tidak
dapat keluar, digunakan sebagai alat penangkap ikan laut.
Ola Bao :
Ikat pinggang besar
yang dianyam dari tali eko atau jenis tali lainnya digunakan sebagai ikat sarung
luka/ ragi sewi lowe pada upacara adat dan acara resmi lainnya.
Rabha
Daun kelapa dianyam
seperti tikar digunakan sebagai tempat duduk, tutu seda, tempat jemur ikan dll.
Kata:
Keranjang yang dianyam
dari daun kelapa, dilengkapi dengan tali gantung pikulan, sebagai tempat untuk
mengisi hasil ladang, ayam dll. Ada beberapa jenis keranjang yaitu kata mapa,
kata kowe, kata rabha, kata manu, kata rembi dll.
Kaja/Gedek
Anyaman yang berbahan dasar bambu untuk
dijadikan dinding/plafon rumah dengan beraneka motif.
Dibuat dari dari kelapa
atau daun lontar yang digunakan sebagai alat kipas, baik kipas api didapur ataupun
kipas disaat cuaca panas.
Nggobhe/ topi:
Tutup Kepala yang
dianyam dari daun lontar maupun bambu wulu yang digunakan sebagai penutup
kepala.
Wolo/Tupa/Ketupat:
Anyaman dari daun
kelapa yang berisi beras untuk dimasak atau biasa dikenal ketupat.
Londa :
Anyaman dari daun
berbentuk segi empat yang digunakan sebagai pengganti emas dan digunakan dalam upacara-upacara
adat yang dikenal dengan sebutan wea londa.
Beberapa jenis
kerajinan tangan orang ende lio ini mungkin masih banyak karena di
masing-masing sub etnis ende juga memiliki kreasinya sendiri-sendiri. Sedangkan
jenis kerajinan yang disbutkan diatas mungkin pula dari sisi penamaan benda
berbeda pada orang ende lio namun yang menjadi kebanggaan bahwa kreatifitas ini
adalah warisan para leluhur yang harusnya dikenal dan diteruskan oleh generasi
peneurusnya.
BY:NOVI ADO
Komentar
Posting Komentar